Sunday, August 3, 2014

Perbedaan, dan aku rasa ini ketidakadilan

          Aku rasa, kebanyakan karena program pemerintah yang menyarankan penduduknya untuk mempunyai dua anak lebih baik, inilah alasan kenapa orang tuaku hanya mempunyai dua anak. Ntah karena memang ini yang ditakdirkan oleh Tuhan, ntah karena ini faktor ekonomi atau mungkin memang karena alasan program pemerintah tadi. Jadilah saat ini aku hanya mempunyai seorang saudara laki-laki yang jarak usia kami terpaut cukup jauh, 10 tahun. Ini juga alasan kenapa aku tidak banyak bermain dengan kakakku. Perbedaan usia kami jauh, gender kami berbeda, aku rasa aku hanya akan menjadi anak perempuan kecil yang sangat banyak maunya jika ikut bermain dengan kakak. Aku hanya akan mengacaukan permainan apa yang ingin dimainkannya. Aku suka boneka, ia suka bola, aku suka mewarnai, ia suka bermusik. Kami jauh berbeda. Sangat berbeda.Tidak hanya dari kesukaan, bahkan mulai dari sifatpun sangat berbeda. Kakakku tipe orang sangat periang, aku orang yang sangat pendiam, kakakku tipe yang baik hati, dan aku tipe yang jahatnya. Jika diibaratkan dengan sebuah panggung, kakakku ini tipe protagonist dan aku ini lah tipe adik antagonisnya . Adik yang selalu tidak pernah mau mengalah, adik yang selalu ingin semua kemauannya dituruti. Menuntut orang tua dengan keinginan anak-anak yang tidak berguna dan terkadang tidak masuk akal.
          Mungkin karena inilah aku merasa bahwa orang tuaku sangat menyayangi kakakku. Aku yang masih ingusan ini sudah merasa seperti itu. Bahwa aku melihat dengan mataku bahwa Ibu lebih menyayangi kakak dari pada aku. Ini itu kakak. Apa apa juga kakak. Pokoknya semua selalu kakak. Kakak, kakak, dan kakak. Ketika aku mulai beranjak sedikit dewasa tepatnya kelas 5 SD aku mendengarkan sebuah cerita dari Ibu—yang pada saat itu sedang bercerita dengan sepupuku, Fitri—tentang kakak, yang sebenarnya aku hanya ikut ikutan saja. Tidak diajak untuk ikut bercerita. Masih terlalu kecil, mungkin itu pikir mereka. Ibu bercerita bagaimana kakak adalah cucu pertama yang sangat disayangi oleh nenek. Yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya oleh Oma, cucu kesayangan pertama, semacam itu lah. Yang mengerikannya lagi, Oma dan Ibu sempet bertengkar memperebutkan dengan siapa kakak akan tinggal ketika Ibu dan Ayah berencana untuk pindah ke rumah sendiri. Wah wah bahaya juga ya pikirku pada saat itu. Oma sampai mengancam akan bunuh diri jika Ibu masih berniat membawa kakak pergi. Semakin bahaya saja. Ternyata kakak memang bagaikan permata di keluargaku. Tidak hanya untuk keluarga kecilku, tetapi juga unutk seluruh kelurga besar Ibu. Cucu pertama, begitu berharga. Ah alangkah indahnya jika aku juga bisa merasakannya.
          Sekarang umurku sudah tidak anak anak lagi. Sudah beranjak dewasa. Ya, bisa dibilang begitulah, umur 21 tahun itu tidak anak anak lagikan. Pada umur seginipun aku masih merasa kalau Ibu tetap sangat menyayangi kakak. Sangat menyayangi kakak. Hei hei dari tadi hanya Ibu yang sayang kakak terus yang aku ceritakan, bagaimana dengan Ayah? Ayah ternyata lebih menyayangi aku dari pada kakak. Hahaha yeah, akhirnya aku punya seseorang yang jauh lebih sayang aku dari pada kakak. Heuh tapi apa gunanya, Ayah tidak menunjukan kasih sayang seperti Ibu menunjukan kasih sayangnya pada kakak! Ayah tidak memperhatikanku ketika aku sakit, apalagi Ibu. Marah marah terus, yang ada sakitku hanya akan semakin bertambah. Ayah tidak memberiku uang jajan seperti yang Ibu lakukan. Ayah tidak mau membelikan semua apa yang aku inginkan, bahkan Ibu jauh lebih baik melakukannya dari pada Ayah. Lihatkan, percuma saja Ayah lebih menyayangiku dari pada kakak. Aku tetap kalah jauh dari pada kakak.

Kakak kakak kakak, kenapa engkau begitu jauh dari jangkauanku. Engkau begitu tinggi di atas sana. Aku begitu rendah di bawah sini. Terdampar, terdampar sangat jauh dalam. Bagaimana aku bisa mencapaimu jika engkaupun tidak menjulurkan tanganmu. Aku merasa engkau terlalu angkuh untuk menjulurkan tanganmu padaku. Membiarkan aku berada didekatmu. Hanya untuk mendapatkan perhatianmu, apa yang harus aku lakukan? Aku berusaha tampil sebaik mungkin, untuk bisa sejajar dengan penampilan fisikmu yang begitu berbeda denganku. Aku berusaha untuk menjadi sosok yang sama membanggakannya dengan sosokmu. Aku berusaha, selalu berusaha—sepertinya begitu. Jika dikeluarga aku tidak menjadi permata, buatlah aku menjadi permata bagimu, kak. Kakakku, kakak yang aku benci sekaligus yang paling aku sayang.

No comments:

Post a Comment