Friday, December 16, 2016

16 Desember 2016

Alohaaa halo halo hai hai \(^.^)/
Sepertinya saat ini otak, pikiran, dan hatiku sedang bersekongkol dengan sangat giat untuk mengingatkanku dengan keadaanku yang sangat monoton saat ini. Karena belakangan ini aku bermimpi sedang melakukan serangkaian interview dan tes untuk melamar pada sebuah perusahaan. Memang pada dasarnya bunga mimpi, orang-orang yang ada di perusahaan itu adalah orang-orang yang aku kenal dengan sangat baik. Aku mengenal mereka semua karena mereka berada sangat dekat dengan lingkunganku wkwkwkwk (benar-benar sangat lucu kalau dipikir-pikir). Ketika bangun dari mimpi itu, aku benar-benar sangat ingin sekali segera mendapatkan pekerjaan yang bisa menghasilkan. Fiuh -_-“
Sekarang ini hari Jumat yang kesekian-sekian setalah tanggal 17 september 2016. Artinya ini merupakan jumat kesekian yang aku lalui dengan penuh kebosanan. Tidak ada kegiatan yang begitu berarti saat ini. Namun, jumat kali ini cukup berbeda dengan hari biasanya karena tadi pagi aku lalui dengan sebuat tes untuk melamar ke tempat bimbel  yang ada di kota tempatku tinggal. Jadi pagi ini tidak semembosankan seperti pagi-pagi biasanya.
Nah, seperti yang kalian tau, aku ini merupakan tamatan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas kota tempatku tinggal. Jadi akupun juga melamar sebagai instruktur Bahasa Inggris di bimbel yang aku lamar ini. Mendapat pangilan untuk melaksanakan tes tertulis aku sempat berpikir tes yang aku jalani ini akan berhubungan dengan bahasa inggris, seperti TOEFL, TOEIC, atau tes lainnya. Tapi ternyata itu hanya ilusi yang diciptakan oleh otakku semata. Hahaha :D ternyata tes yang aku hadapi pagi ini cukup beragam, dan eng ing eng…. Tidak ada satu soalpun yang berhubungan dengan bahasa inggris. Daebakk! Benar benar diluar perkiraanku hahaha :D
Malahan tes yang diberikan itu kebanyakan seputar matematika ckckck. Setelah sekian lama tidak membahas soal-soal seperti ini, rasanya menantang sekali. Ah kembali teringat dengan masa-masa membahas soal TPA sebelum SNMPTN, ada tantangan tersendiri yang aku rasakan. Ingin rasanya untuk mampu membahas semua soal dengan sangat baik, namun karena waktu yang sangat sedikit jadi terpaksa aku mengerjakan soal yang terasa ringan saja.
            Dari soal-soal yang disuguhkan juga sangat terasa bahwa soal-soal tersebut menguji ketelitian para peserta, sedangkan aku yang sangat lelet ini terpaksa mengerjakan soal sekenanya agar waktu yang diberikan bisa cukup. Tadi saja, untuk deret angka, karena aku terlalu lama berpikir jadinya hanya sedikit soal yang bisa terselesaikan padahal aku yakin aku bisa menjawab lebih banyak jika waktu yang diberikan lebih banyak T.T. seperti itu lah kompetisi, harus gercep a.k.a gerak cepat!
            Ada juga soal yang menunjukan kepribadian. Ah, untuk soal seperti ini aku juga menjawab apa adanya saja. Aku menjawab seperti apa adanya diriku. Tidak muluk-muluk, tidak neko-neko, yang jelas singkat jelas dan padat. Yang penting harus kena sasaran. Aku tidak pandai menulis dengan narasi yang panjang (-,-). Rasanya tidak memuaskan, tetapi memang itu yang menunjukan diriku. Semoga saja jawabanku menunjukan pribadi diri yang bagus ketika dibaca oleh pemeriksanya.
            Sudahlah, kali ini hanya ini pengalaman yang bisa aku berikan. Tidak terlalu berarti memang, tapi aku berharap bisa menjadi pembelajaran untuk pembaca lainnya ketika akan melakukan tes untuk melamar kerja. Semoga yang sedang mencari kerja seperti diriku segera menemukan jodohnya yang tak tau dimana (read: pekerjaan). Hahahaha :D

Terima Kasih! Thank you! Gamsahamnidha! Gracias! Arigatō!

Friday, November 11, 2016

11 November 2016

Halo teman teman, masih ingat denganku bukan? Yep, masih gadis yang sama dan sudah tidak remaja lagi -_-. Sudah memasuki fase dewasa seharusnya, tapi apa kenyataannya? Aku masih terlihat seperti gadis kecil dirumahku :O. Kalau kalian membaca kisah gidupku yang sebelumnya, tentu kalian tahu bahwa aku adalah anak kedua dari dua orang bersaudara, yang berarti aku adalah anak bungsu. Aku dengan kakakku terpaut cukup jauh, sekitar 10 tahun lebih. Yang artinya menjadikan aku semakin semakin semakin kecil dirumah ini :O :O
Sudah memasuki bulan November tahun 2016, kembali berada dipenghujung tahun. Sungguh! Waktu itu sangat cepat berlalu. Aku baru saja merayakan pertambahan usiaku yang ke 23 tahun. Fiuh! Harus mengakui bahwa aku tidak muda lagi. Kuliah? Apa kabarnya kuliah? Aku berhasil tamat sekitar satu setengah bulan yang lalu. Yeaaaaay akhirnya aku berhasil menyelesaikan kuliahku. Selama proses pengerjaan skripsi, masa-masa itu sangatlah tidak mudah. Banyak pengalaman-pengalaman yang sungguh berkesan. Banyak pelajaran kehidupan yang tidak aku dapatkan dari dosen-dosenku. Sungguh, aku bersyukur bisa mempelajari semua itu. (Waah :$ sepertinya aku memang sudah bisa dibilang dewasa. Hahaha :D)
Jadi apa kerjaku pasca-wisuda? Yaaaa gitu deh, jobless a.k.a jobseeker alias jobfighter bin pengangguran. Hampir 2 bulan ini hidupku hanya bangun-ngebabu-tidur (yang lain masuk dalam rincian hahaha). Saking menjalani hidup yang bisa dikatakan sangat sangat sangat monoton, aku sungguh bosan menjalaninya. Memang rasanya lebih menyenangkan ketika kuliah, heuh -_-. Aku benar-benar manusia tulen, ketika kuliah ingin cepat-cepat tamat, ketika sudah tamat ingin merasakan kuliah lagi. Maunya apa sih? Tapi ada sih satu keuntungan karena banyak waktu senggang begini, aku bisa kembali menulis, menceritakan kisah hidupku, berbagi pengalaman hidup yang aku alami. Eaaaak :$
Kali ini apa yang ingin aku ceritakan ya? Sebenarnya aku juga tidak tahu pasti apa yang ingin aku ceritakan, yang aku lakukan sedari tadi hanya membiarkan jari-jari imut ini menari-nari di atas keyboard. Aku biarkan semuanya mengalir, hingga ia bermuara disuatu tempat, menjadi suatu tulisan yang utuh dan memberikan arti bagi yang membacanya hihihi :D. sudahlah, sedari tadi rasanya aku bertele-tele menulis hal yang tidak pasti (efek jobless -_-)
Hem, minggu lalu kakak sepupuku—kak Fitri yang sekarang sudah bekerja di Batam. Dulunya kak Fitri kuliah di kota yang sama denganku—pulang kampung. Setelah sekian lama tidak bertemu akhirnya kami bertemu. Sejujurnya aku merindukan kakakku itu, soalnya sedari kecil dari sekian banyaknya saudaraku—sepupu!—hanya kak Fitri yang paling sering aku temui dan paling sering berada disekitarku. Jadi buatku kak Fitri merupakan kakak yang paling dekat, sosok yang menjadi tempatku untuk berkeluh kesah dan juga sebaliknya. Kak Fitri juga sosok yang wisdom in her way, I thought. Jadi, bisa dikatan kak Fitri menjadi sosok panutan buat ku—includes in fashion style.
Nah, kak Fitri pulang dalam rangka mengunjungi camer-nya—tetapi camernya ini tinggal di kota yang berbeda. Selama kak Fitri pulang, dia benar-benar memanfaatkan waktu untuk bertemu dengan teman-teman lamanya. Sehingga, bisa dikatakan kak Fitri cukup sibuk pergi ke sana dan ke sini selama di rumah. Pada saat yang sama aku juga sibuk melakukan beberapa hal—yaa seperti yang dilakukan oleh para jobseeker, aku sibuk mengantarkan lamaran dan browsing juga untuk memasukan lamaran. Fiuh! Hard day. Ternyata eh ternyata tiga hari, hanya tiga hari kak Fitri pulang ke rumah. Waktu yang cukup singkat, dan aku tidak punya kesempatan untuk menceritakan apa yang ingin ceritakan—disatu sisi aku juga selalu mencari waktu yang tepat alias suka kelamaan mikir. Ya pada akhirnya kak Fitri kembali ke asalnya dengan begitu saja. Tisak ada ukiran cerita yang bisa kami ukir berdua. Hahaha :D yang ujung-ujungnya aku akan kembali merindukan kakak sepupuku itu.
Okay, back to reality! Banyak hal yang telah aku lalui selama periode menganggur ini. Banyak juga pelajaran yang dapat aku ambil selama melamar di sana dan di sini. Pengalaman bahwa memang melamar itu harus menunjukan profesionalitas untuk bekerja. Menunjukan bahwa saya adalah orang yang siap untuk bekerja. Poin seperti itu sangat dibutuhkan ketika melamar pekerjaan. Menurutku pribadi itu menunjukan siapa dan bagaimana kamu. Terlambang dari bagaimana bentuk, susunan, dan kerapian berkasmu. Itu adalah pelajaran pertama yang aku dapatkan ketika mlamar untuk pertama kalinya dan langsung mendapatkan penolakan mulai dari bagian administrasi. Sungguh! Diluar dugaan, sangat mengecewakan sekali pada saat itu. Tapi untungnya pada saat itu aku mampu untuk mengambil sisi positif dari penolakan itu. Aku belajar bahwa melamar itu memang bukan main-main dan harus profesional.
Pelajaran selanjutnya yang aku dapatkan juga berbeda lagi, ketika melamar dan memasuki sesi FGD (focus group discussion). Aku yang pada dasarnya ini pemalu menjadi semakin pemalu ketika berada dalam group yang berjumlah 12 orang. Yaampuuuun -_- apa yang terjadi dengan aku yang pemalu ini, berubah menjadi sangat pemalu. Kembali menyimpan semua apa yang aku pikirkan cukup hanya dikepala, membenarkan dan bertanya-tanya hanya dalam kepalaku sendiri. C’mon, Marisa! Wake up! This was not what you want to do, rite? Aku kesini bukan untuk duduk manis dan memperhatikan, disini aku harus speak up. Itulah yang aku pikirkan ketika aku berada dalam suasana FGD waktu itu. Sikap yang membawa ketidak beruntungan menurutku.
Lain lagi pengalaman ketika aku diinterview oleh Kepala Cabang suatu perusahaan. Aku yang mendapatkan kabar secara mendadak begitu, merasa was wes wos ketika tahu akan segera diinterview oleh Kepala Cabang. Aku merasa tidak memiliki persiapan yang matang untuk menjawab segala macam pertanyaan yang akan ditanyakan oleh beliau. Ketika memasuki ruangan, suasananya memang tidak mengintimidasi ataupun tertekan, tetapi ketika beliau mulai bertanya aku mulai dilanda gugup yang sangat dahsyat. Semua pertanyaan yang beliau lontarkan memang aku jawab, hanya saja aku merasa situasinya terasa sangat kaku, tidak menarik, karena kegugupan yang aku rasakan membuat aku hanya menjawab apa yang beliau tanyakan tidak ada canda tawa yang terjadi diantara kami untuk mencairkan suasana.
Tidak hanya sampai disana, setiap pertanyaan yang beliau tanyakan aku memang menjawbnya, hanya saja semua jawabanku terdengar sangat tidak professional. Tidak menunjukan bahwa aku adalah pribadi yang pantas untuk bekerja dengan professional. Pada saat itu aku merasa harusnya aku lebih mampu untuk menganalisis pertanyaan dan menjawabnya dengan yakin dan lantang. Tidak menunjukan rasa gugup dan terkesan malu-malu. Andaikan waktu bisa diputar lagi, aku ingin mengulang kembali menjawab semua jawaban itu dengan lebih baik lagi.
Nasi sudah bubur, mungkin itu peribahasa yang paling pas untuk pengalamanku. Seperti yang aku katakan tadi, aku tidak bisa mengulang waktu, waktu yang berlalu tidak pernah kembali. Percuma aku memikirkan sesuatu yang sudah terjadi dan tidak akn kembali, semuanya tidak akan kembali lagi untuk bisa aku perbaiki. Yang bisa aku lakukan hanyalah belajar kembali dari semua pengalaman yang telah aku peroleh. Pengalaman memang benar guru yang terbaik. Mengajarkan kembali agar aku tidak mengulangi lagi kesalahan yang telah aku lakukan di masa depan. Yang aku bisa lakukan saat ini hanya belajar, belajar, belajar, dan belajar. Aku sungguh senang dengan diriku saat sedang menulis ini. Aku merasa penuh semangat dan begitu berkobar dan membara untuk selalu belajar dan mengejar mimpi dan cita-citaku.
Wish me luck!

Wednesday, October 26, 2016

Home Sweet Home

Title : Home Sweet Home volume 1-2 (Completed)
Author : Yasuko


 


Hello… Hi... Hi... :) It has been a long time didn’t write anything here. Actually I have so many comics that I want to review; unfortunately, I didn’t have free time to write. Then, now the good news is I have so many time to write; it means that I am jobless rite now, wkwkwk :D. Recently, I have some new comics, so I wanna review all of them. So, just wait for my reviews, key?
Today, I will review Yasuko’s comic, the title is Home Sweet Home. This comic has two volumes. This story quite unique, actually. Guys, have you ever heard story about couple? Yep, this comic told about couple story. What’s the difference? In fact, they are not like an usual couple, but they live as the same family; they have same family’s name which means that they are a family. That makes this story interesting. Hahaha that’s really Yasuko, I guess. In my opinion, Yasuko always writes story that couldn’t be acceptable in general. However, I always fall in love when I read it further. The story has its own taste.
So, in the first volume this comic told about Taro and Shizuka which was a couple. They studied in the same class. Taro asked Shizuka for going out with him when he saw Shizuka tried to approach a cat in the way she went home. Then, few moments after they were dating, what a surprised news! They have to become a family because Taro’s father and Shizuka’s mother decided to marry. That is the first conflict which happens in this comic. The next conflict was about Shizuka and Taro’s relationship. How they could be a couple if they were a family. Shizuka was the one who was really insecure at that time because of some past reasons. Taro convinced Shizuka to maintain their relationship; they still could marry in the future because they did not related by blood. (aaaak I am really melted when Taro try to convince Shizuka. He really proves how much he loves her :3). Conflicts did not stop there, it continued when their sister and brother knew about their secret love.
Next to second volume, this comic tells more about how relationship among Shizuka’s first brother (Takamasa) and Taro-Shizuka. How big brother would face the reality that his sister has a relationship with her brother. In this part, I really really couldn’t handle my laugh reading how straightforward Taro’s personality :D. Taro could convince Takamasa about his true feeling toward Shizuka. (You should read this part, I am sure you would be laughing out loud). In the end of this story is really happy ending. They story still continued after they were an adult. They lived happily ever after as a happy family.
I couldn’t tell every parts of this comic to you. It will lose its taste when you read it by yourself hahaha :3. So, when you want to read something that seems cute all the way you open every pages, you should read this comics. Yasuko has a cute, nice, and awesome art. I love to see how Yasuko made it. Then, about the story, this is one of fave my story. Kyaa kyaa kyaa I really wander through the flow. I just feelin’ excited when I read every pages. How could I explain my feelin’? OMG! :3:3:3:3

Saturday, March 7, 2015

Jumat, 21 November 2014

            Masih ingat aku? Aku Marisa Dwi Dinanta, mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris yang sudah memasuki semester 7 tahun ini. Wah wah wah aku sendiri tidak menyadari kalau sekarang aku sudah ada di semester 7. Padahal baru kemarin rasanya merasakan masuk universitas. Itulah waktu, sungguh cepat berlalu.
            Semester 7 ini terasa sangat berat. Mungkin karena semua tidak dimulai dari hati yang ikhlas. Ah... sungguh, semester ini begitu melelahkan. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, kelas A dan B menjalani Praktek Lapangan Keguruan di semester 7 ini. Sedangkan kelasku, C dan kelas D akan PLK pada semester 8. Tapi karena alasan desakan nilai-nilai yang tidak memuaskan aku terpaksa mengambil PLK di semester 7 ini. Berbarengan dengan anak kelas A dan B. PLK itu adalah dimana aku melaksanakan praktek sebagai guru disekolah sebagai bukti nyata atas semua ilmu yang telah aku pelajari dari semester 1 sampai 6.
            Pengalaman selama PLK itu sampai sekarang masih terasa kabur. Tidak jelas apa rasanya. Seperti yang aku sebutkan diatas tadi, mungkin semua terjadi karena aku tidak memeulai semuanya dengan hati yang ikhlas.

Sabtu, 7 Maret 2015

Hari itu ceritaku terputus karena satu dan berbagai alasan. Kini aku ingin membuat semuanya jelas. Pada saat itu adalah hari-hari dimana aku baru memulai kegiatan PLK di sekolah. Aku ulangi, BARU MEMULAI. Yep, itu baru perasaan awal ketika baru pertama kali berada pada uncomfortable zone. Ketika perasaan, tingkah laku masih dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Sekrang yang aku kenang adalah masa-masa menyenangkan yang aku rasakan ketika melaksanakan kegiatan PLK di SMK N 3. It was amazed me, actually.
Hal-hal yang akurasakan di sekolah ini penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan. Bagaimana aku berinteraksi dengan guru-guru di sana. Ketika aku sebagai anak muda yang mengharapkan bimbingan dari guru-guru yang sudah jauh lebih expert. Rasa hormat, tulus, ikhlas ketika aku harus berada di bawah bimbingan mereka—sekaligus membantu meringankan tugas mereka. Hahaha it was in the past. Tidak hanya itu, aku berinteraksi dengan murid-murid yang aku ajar. How could I, in this age, teach them like I am a pro? You should know how childish I am, actually. Tapi ini kenyataannya, aku harus mampu untuk berubah menjadi sewibawa mungkin, yang pada kenyataannya aku terlalu anak-anak, aku harus mampu menjadi figur seorang kakak, yang pada kenyataannya lagi aku ini anak bungsu (-_-), aku harus mampu menjadi sosok yang bisa menjadi panutan, yang lagi lagi pada kenyataannya aku tidak pernah menjadi seorang panutan—aku selalu memanut seseorang. Hahaha :D Look at this, how childish I am!
Hey, that is not the end, selain dengan mereka mereka di atas itu, aku juga harus berinteraksi banyak dengan rekan rekan sesama PLK-ku. Total kami semua ada 22 orang. Cukup banyak kan. Tapi dibalik rambut yang sama hitam, kami memiliki beraneka ragam pemikiran. Tapi pada kenyataannya itu tidak menjadikan kami terpecah belah. Walaupun berasal dari background yang berbeda-beda, tapi kami tetap menjadi satu kesatuan yang solid. Wah wah aku sungguh tidak menyesali keputusanku untuk melaksakan PLK di sekolah ini. Aku benar benar merasa bersyukur bisa bertemu dengan orang orang hebat seperti mereka. Mempunyai tujuannya masing-masing dan berusaha untuk mewujudkannya sebisa mungkin, tetapi tetap saling ingat dan memecahkan kesunyian diantara kami semua, walaupun pada kenyataannya kebersamaan kami sudah lama berakhir. Aku benar benar bersyukur :‘)
Sebenarnya apa yang aku coba untuk ceritakan dari pengalamanku kali ini? Ntahlah, aku juga tidak terlalu paham, mungkin ini yang disebut dengan mengenang pengalaman bahagia yang pernah aku alami. Pelajaran yang bisa aku dapat selama aku mendidik adalah semua kegiatan yang akan dilakukan belajarlah untuk melaksanakannya dengan ikhlas. Karena pada akhirnyapun, buah dari keikhlasan itu adalah dengan melihat murid-murid yang kita didik menjadi seseorang yang berisi. Dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dari yang tahu, menjadi semakin tahu dan mampu untuk memberi tahu.

Waaah I love being such a mellow person. Wkwkwkwk =))

Sunday, August 3, 2014

Perbedaan, dan aku rasa ini ketidakadilan

          Aku rasa, kebanyakan karena program pemerintah yang menyarankan penduduknya untuk mempunyai dua anak lebih baik, inilah alasan kenapa orang tuaku hanya mempunyai dua anak. Ntah karena memang ini yang ditakdirkan oleh Tuhan, ntah karena ini faktor ekonomi atau mungkin memang karena alasan program pemerintah tadi. Jadilah saat ini aku hanya mempunyai seorang saudara laki-laki yang jarak usia kami terpaut cukup jauh, 10 tahun. Ini juga alasan kenapa aku tidak banyak bermain dengan kakakku. Perbedaan usia kami jauh, gender kami berbeda, aku rasa aku hanya akan menjadi anak perempuan kecil yang sangat banyak maunya jika ikut bermain dengan kakak. Aku hanya akan mengacaukan permainan apa yang ingin dimainkannya. Aku suka boneka, ia suka bola, aku suka mewarnai, ia suka bermusik. Kami jauh berbeda. Sangat berbeda.Tidak hanya dari kesukaan, bahkan mulai dari sifatpun sangat berbeda. Kakakku tipe orang sangat periang, aku orang yang sangat pendiam, kakakku tipe yang baik hati, dan aku tipe yang jahatnya. Jika diibaratkan dengan sebuah panggung, kakakku ini tipe protagonist dan aku ini lah tipe adik antagonisnya . Adik yang selalu tidak pernah mau mengalah, adik yang selalu ingin semua kemauannya dituruti. Menuntut orang tua dengan keinginan anak-anak yang tidak berguna dan terkadang tidak masuk akal.
          Mungkin karena inilah aku merasa bahwa orang tuaku sangat menyayangi kakakku. Aku yang masih ingusan ini sudah merasa seperti itu. Bahwa aku melihat dengan mataku bahwa Ibu lebih menyayangi kakak dari pada aku. Ini itu kakak. Apa apa juga kakak. Pokoknya semua selalu kakak. Kakak, kakak, dan kakak. Ketika aku mulai beranjak sedikit dewasa tepatnya kelas 5 SD aku mendengarkan sebuah cerita dari Ibu—yang pada saat itu sedang bercerita dengan sepupuku, Fitri—tentang kakak, yang sebenarnya aku hanya ikut ikutan saja. Tidak diajak untuk ikut bercerita. Masih terlalu kecil, mungkin itu pikir mereka. Ibu bercerita bagaimana kakak adalah cucu pertama yang sangat disayangi oleh nenek. Yang selalu ditunggu-tunggu kedatangannya oleh Oma, cucu kesayangan pertama, semacam itu lah. Yang mengerikannya lagi, Oma dan Ibu sempet bertengkar memperebutkan dengan siapa kakak akan tinggal ketika Ibu dan Ayah berencana untuk pindah ke rumah sendiri. Wah wah bahaya juga ya pikirku pada saat itu. Oma sampai mengancam akan bunuh diri jika Ibu masih berniat membawa kakak pergi. Semakin bahaya saja. Ternyata kakak memang bagaikan permata di keluargaku. Tidak hanya untuk keluarga kecilku, tetapi juga unutk seluruh kelurga besar Ibu. Cucu pertama, begitu berharga. Ah alangkah indahnya jika aku juga bisa merasakannya.
          Sekarang umurku sudah tidak anak anak lagi. Sudah beranjak dewasa. Ya, bisa dibilang begitulah, umur 21 tahun itu tidak anak anak lagikan. Pada umur seginipun aku masih merasa kalau Ibu tetap sangat menyayangi kakak. Sangat menyayangi kakak. Hei hei dari tadi hanya Ibu yang sayang kakak terus yang aku ceritakan, bagaimana dengan Ayah? Ayah ternyata lebih menyayangi aku dari pada kakak. Hahaha yeah, akhirnya aku punya seseorang yang jauh lebih sayang aku dari pada kakak. Heuh tapi apa gunanya, Ayah tidak menunjukan kasih sayang seperti Ibu menunjukan kasih sayangnya pada kakak! Ayah tidak memperhatikanku ketika aku sakit, apalagi Ibu. Marah marah terus, yang ada sakitku hanya akan semakin bertambah. Ayah tidak memberiku uang jajan seperti yang Ibu lakukan. Ayah tidak mau membelikan semua apa yang aku inginkan, bahkan Ibu jauh lebih baik melakukannya dari pada Ayah. Lihatkan, percuma saja Ayah lebih menyayangiku dari pada kakak. Aku tetap kalah jauh dari pada kakak.

Kakak kakak kakak, kenapa engkau begitu jauh dari jangkauanku. Engkau begitu tinggi di atas sana. Aku begitu rendah di bawah sini. Terdampar, terdampar sangat jauh dalam. Bagaimana aku bisa mencapaimu jika engkaupun tidak menjulurkan tanganmu. Aku merasa engkau terlalu angkuh untuk menjulurkan tanganmu padaku. Membiarkan aku berada didekatmu. Hanya untuk mendapatkan perhatianmu, apa yang harus aku lakukan? Aku berusaha tampil sebaik mungkin, untuk bisa sejajar dengan penampilan fisikmu yang begitu berbeda denganku. Aku berusaha untuk menjadi sosok yang sama membanggakannya dengan sosokmu. Aku berusaha, selalu berusaha—sepertinya begitu. Jika dikeluarga aku tidak menjadi permata, buatlah aku menjadi permata bagimu, kak. Kakakku, kakak yang aku benci sekaligus yang paling aku sayang.

Tuesday, June 10, 2014

Selasa, 10 Juni 2014


Huh, hari ini kampus begitu menyebalkan. Teramat sangat menyebalkan! Kenapa? Karena aku tidak bisa menjadi panitia pada seminar yang diadakan oleh fakultasku! Ini lah aku, Marisa Dwi Dinanta. Gadis 21 tahun yang sedang menimba ilmu di Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, di salah satu kota di Indonesia.
Marisa ini anak bungsu dari dua bersaudara. Tingkah polahnya masih saja seperti anak-anak, alasannya mungkin masih diperlakukan sebagai anak-anak dirumah. Wajar saja, Marisa ini yang  usianya paling muda dirumah. Bahkan, abangnya sendiri terkadang masih bertingkah seperti anak-anak. Benar-benar.
Kegiatan hari ini sebenarnya hanya ujian saja di kampus. Ujian writing skill untuk mata kuliah English for Young Learner. Ujiannya dilakukan dengan mempraktekan bagaimana cara ntuk mengajar Young Learner. Marisa sendiri dapat bagian untuk mengajar anak SD kelas 3 dan 4. Ujiannya mulai jam 10. Jadi, Marisa bisa sedikit berleha-leha dulu di rumah.
Tapi, kenyataannya apa? Pagi-pagi mama udah cerewet bangunin aku untuk pergi ke warung beli bumbu untuk bikin nasi goring. Lagi adem-ademnya mimpi, malah dibangunin tiba-tiba sama mama buat pergi ke warung. Jadi bête deh kan. Hilang semua mimpi indahku. Oke sabaaar~
Baru mau pergi ke kampus, ternyata dosennya hari ini on time—jarang-jarang nih. Memang sih, yang salah itu aku. Tapi kenyataannya aku udah siap sebelum jam 10. Harusnya aku sudah bisa berangkat ke kampus jam setengah 10, tapi gara-gara nungguin mama yang dandannya lama, terpaksa deh nunggu dulu. Mama katanya mau minta diantar sama papa buat ke bank. Oke aku sabar lagiii~
Sampai kampus, temanku bilang ibuknya mengancam akan menunda ujian kalau belum ada kelompok yang tampil. Aaaaaaa aku merasa diburu waktu, lari-lari menggunakan baju kurung yang notabene itu susah banget buat dipakai lari. Peluh bercucuran sampai di kelas, napas ngos-ngosan dan menjadi penampil pertama pula. Pada saat itu, kelompokku yang paling lengkap soalnya. Oke fix, aku mencoba untuk sabar lagi.
Selesai ujian sekitar jam setengah 12an. Kota ini terasa sangaaaaat panas. Aku yang merupakan tipe orang yang gampang berkeringat jadi lemes pakai baju kurung. Panas, ribet, dan susah jalan. Suasana hatipun jadi ikut-ikutan lemes. Mana laper lagi. Urusan makan ini, urusan yang sangat urgent menurutku. Makan itu pentiing! Makanan mana makanan.
Akhirnya selesai makan. Bisa pulang, yeeeeee. Ups, salah. Ada rapat dulu sama dosen drama mengenai penampilan drama kami yang akan diadakan minggu depan. Batal deh niat pulang. Nah, disininih titik hari menyebalkan itu datang! Dosen memberi pengumuman kepada panitia yang ikut bahwa sepulang rapat nanti ada briefing dulu di tempat pelaksanaan seminar. Waaaaa, kok teman-teman yang lain bisa jadi panitia? Kok aku ga?
Dengan mengumpulkansedikit demi sedikit keberanian, akhirnya ngomong sama dosen, “Ibuk, Marisa juga ingin ikut jadi panitia dong buk? Ada yang lowong ga buk?” Dosenpun mengernyitkan kening, ntah apa yang ada dalam pikirannya? Aku rasa ibuknya mikir kalo aku nambah-nambah beban pikirannya saja buat cari lowongan untukku. Huaaaaa aku kan ingin jadi panitia juga. Itu hal yang ingin aku lakukan, menghandle sebuah acara. Mengkontribusikan diri dalam sebuah acara, mengadakan sebuah acara yang bisa dinikmati banyak orang.
Dosenpun akhirnya bersuara juga setelah mendiamkanku selama 10 menit. “Marisa, kita ga butuh orang tambahan lagi. Kenapa kamu baru bilang sekarang? Kemarin ibuk koar-koar didepan kelas, kamu kemana saja?” Aku hanya diam saja, baru ngeh kalo ternyata si ibuk dosen sudah bilang memberikan pengumuman didepan kelas. Pokoknya ini menyebalkan. Aku merasa ditolak, padahal aku sudah mengumpulkan keberanian untuk bicara dan meminta.
Aku keluar kelas dengan muka cemberut. Kesal, kesal sekali. Kapan lagikan aku bisa jadi panitia. Aku ingin merasakannya. Aku ingin bisa mengerti semua hal tentang kepanitian. Teman kelasku mendekatiku. Deskripsiku tentang temanku ini—Nadia—anaknya kalem, mukanya senang dipandang, melihatnya meneduhkan hati. Jadi, ketika dia datang, emosiku lumayan bisa dikontrol.
Nadia, bertanya apa yang terjadi padaku? Aku ceritakan semuanya kejadian yang ada dikelas. Bagaimana aku meminta menjadi panitia dan kemudian ditolak oleh sidosen. Nadia mendengarkan dengan cermat, hanya tersenyum dan mengangguk-anggukan kepala. Selesai meluapkan semua emosi, Nadia mulai berkata, “Kenapa harus sebal karena hal itu, Ris? Tidakkah kamu menyadari bahwa sebenarnya pointnya itu terletak dari diri kita sendiri. Lihatlah segalanya dengan pandangan yang positif. Kamu runutkan lagi semuanya, kesalahanku adalah aku hidup tanpa memperhatikan sekitarku. Aku selalu menganggap semua hal itu sepele, aku tidak memperhatikan lingkunganku. Mungkin ini adalah sebuah teguran kecil untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Mulai hari ini, aku akan berusaha untuk menjadi orang yang lebih peduli pada orang-orang disekitarku, lingkunganku, bahkan hal-hal kecil yang tidak berkaitan dengan diriku. Aku akan berusaha untuk memperbaiki diri ini menjadi sosok yang lebih peduli.”

Ya ampun, apa yang diucapkan Nadia begitu mampu menyihirku. Ia mampu membuatku terdiam dan merenung atas apa yang telah aku perbuat. Kenapa aku harus berpikir bahwa ini semua kesalahan orang lain, dan selalu menilai diriku ini adalah sosok yang paling benar! Kalau aku piker-pikir lagi, semua ini kesalahanku sendiri. Kenapa aku harus bersikap acuh tak acuh ketika dosen memberikan pengumuman. Sampai akhirnya aku sendiri yang merugikan diriku.  Mulai saat ini, aku akan memperbaiki diri ini menjadi lebih baik lagi. Pelajaranku hari ini adalah berubah menjadi sesosok pribadi yang lebih peduli. Terimaksih atas teguran-Mu, aku bisa belajar dari pengalaman. Pengalaman adalah guru yang terbaik.

Tuesday, May 13, 2014

Hello myself :)

Hello myself.
Few week ago, I was feeling disappointed because of him and me.
Fiuh! Kali ini rasanya mau nangis loh karena tauk dy punya pacar baru -_-. Ini jauh berbeda waktu tauk dy punya pacar yang sebelumnya. Artinya apa? Afi udah ada rasa ya? Yaampun. Jadi rasanya kayak keluar dari kandang singa malah masuk kandang buaya. Ternyata emang ga bisa dikontrol ya perasaan ini. Afi nahan-nahan diri, tapi dy tumbuh tanpa disadari. Mau ketawa, tapi lagi sedih.
Tapi itu cerita beberapa minggu lalu, guys. Pada saat itu, sumpah, rasa patah hatinya itu kerasa banget. Tapi udah tekad dalam hati, ga akan ada terpuruk karena hal cinta cintaan ga jelas kayak gini. Ya kalo emang jodoh ga bakalan kemana. Tetap bersyukur karena mungkin Allah akan memberikan yang lebih baik lagi.
Sempet berpikiran ga pengin ketemu atau sampai tatap muka sama orang yang bersangkutan, karena takutnya salah tingkah sendiri (ga jelas banget). Tapi pada kenyataannya, hari ini ketemu, dan afi bisa lapang dada buat senyum dan nyapa dy dengan riang kok. Mungkin itu bedanya afi yg dulu sama y sekarang ya. Afi yang dulu, mungkin ga akan mampu untuk bersikap dewasa seperti tadi. Pasti akan lebih milih buat lengah—pura pura ga liat—atau sembunyi biar ga keliatan. Ehehe (--,)

Oiya guys, masalah resensi komik Nina’s first love story pending dulu ya. Sibuk banget nih sama tetek bengek urusan perkuliahan. Semester ini itu ada kelas drama, temanya randai—kebudayaan minang.  Yang mana merupakan penampilan drama tapi ala minangnya. Jadi randai ini ada 3 komponen yang semuanya mempunyai peranan penting masing-masing. 1. Aktor, sama seperti halnya drama lainnya, randai juga ada aktor. Aktor ini tokoh yang ada dalam cerita. 2. Legaran, ini pembeda randai dengan drama biasa. Legaran merupakan pemain yang membentuk melingkar. Legaran ini berkaitan erat dengan dendang—akan dijelaskan pada poin 3. Karena pada saat pergantian scene legaran akan berfungsi sebagai penggantian lokasi, dan pemain. Pada saat yang sama dendang akan bernyanyi, nah pada saat itu legaran akan menampilkan silat atau semacam tarian dalam bentuk lingkaran. 3. Dendang, dendang merupakan sinopsis setiap scene yang berbentuk nyanyian dengan irama khas minang. Pada saat dendang bernyanyi itu, legaran juga akan ikut menampilkan silat tersebut.
Wah, really excited buat penampilan randai ini. Nah, karena afi ini anak jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, maka dari itu, randai kami ini disampaikan dalam Bahasa Inggris, tapi jangan salah dulu, logat dan intonasi yang kami pakai tetap Minangkabau asli, guys. Ckckck
Pada penampilan ini, afi ambil posisi legaran. Capeknya bukan main. Latihan silat, cara berdiri—disebut kudo-kudo—yang benar seperti apa. Hem hem tapi tetep semangat lah ya. Harus menampilkan yang terbaik (pengaruh kenilai juga sebenrnya, ehehe :p)
          Thus, reallysorry, guys. I can’t write a review for Nina’s first love story but I promise, I will. I really want you to know, that these comics was really interesting. Not only the picture, but also the story. See you
J